Sunday, November 29, 2009

HAJAR: Bunda Sang Nabi 2

Imbang Penuh "Izinkanlah aku tuan! Aku berjanji akan mendapatkan harga yang terbaik untuk tuan! Izinkan aku melakukannya sendiri! Bolehkan?"



"Baiklah. Itu boleh kau coba." Kata lelaki itu sambil melanglah keluar dari gerainya, namun masih cukup hampir untuk dapat melihat dan mendengar apa yang akan berlaku.



Seorang peria bertubuh sasa mendatangi gerai. Dibawah sepasang alis matanya yang tebal, matanya menkilat tika menatap gadis kecil tanpa baju dihadapannya itu. Kedua tangannya sebentar dikepal dan sebentar dibuka dengan gugup. Ia mengatupkan bibirnya, berbetulan airliurnya menetis kejanggutnya yang pendek.



"Ah! Ah!! Seperti ini lah yang aku inginkan. Tepat....tepat sekali!"



Ia menghulurkan tannya untuk menjamah dada sigadis kecil yang ketakutan.



"Kemarilah! Aku punya hak untuk......"



Sang majikan sigadis itu bergegas masuk kegerainya, mendorong lelaki tersebut. "Hei, kau tidak ada hak untuk menjamah daganganku. Jauhkan tanganmu yang kotor itu!"



Sang calon pembeli mundur menyingkir. Matanya melotot. "Tapi, bukankah dia hanya saorang sahaya!" Sergahnya. Aku ada hak untuk......Ahh, sudahlah. Berapa harganya?"



"Enampuluh keping wang perak."



"Enampuluh? Benda apa dia ini? Apakah dia terbuat dari emas?....Aku bayar duapuluh perak."



"Enam puluh dan tidak ada tawar menawar."



Lelaki itu menggelengkan kepalanya. "Aku boleh membeli tiga orang sahaya dengan enam puluh perak itu."



"Kalau begitu, beli sajalah disana!" Bentak sang majikan. Lelaki itu berbalik dan bergegas keluar dari gerai.



Gadis kecil itu berpaling menghadap majikannya. "Terimakasih, Tuan."


Sang majikan mengernyit matanya kepada gadis kecil itu. "Klu tidak pernah......." ia menggelengkan kepalanya. "Apakah kau masih mau menjual dirimu sendiri?"


"Ya Tuan. Tapi...... tuan tolong tetap disini saja."


Sang majikan mengangguk dan kemudian melangkah kehadapan gerainya.


Sebentar kemudian masuk seorang wanita berwajah cantik kegerainya. Tulang pipinya tinggi dengan sepasang alis hitam dan bibir yang merah. Dia mengenakan pakaian gaya Babel dengan tiara yang tinggi, ikat kepala dari tembaga, gaun panjang dari kain lenan tipis berwarna biru dengan sulaman benang emas pada bahagian bawahnya. Ikat pinggangnya terbuat dari emas. Ia berjalan dengan kepalanya terangkat dan bahu tegak.


Sigadis kecil tersenyum. "selamat pagi, Nyonya." Sapanya.


Perempuan yang kelihatan kaya raya itu membalas senyumannya. "Wah," katanya, suaranya halus merdu berirama, "Kau benar benar saorang sahaya yang ceria!"


"Ada banyak hal yang harus saya syukuri," kata sang gadis, "Saya berharap saya akan segeran dibeli oeleh wanita tercantik di Haran!"

Perempuan itu tertawa kecil. "Dan mengapa aku harus membeli mu?"

"Kerana aku patuh, pandai, cantik.... dan sangat rendah hati!"

Perempuan itu tergelak lagi. "Aku tidak dapat membayangkan kamu sebagai sahayaku. Tingkah laku musama jauh sekali seperti sahaya!"

"Majikanku itu," sigadis menunjuk lelaki yang berada didepan gerai, "telah mengizinkan aku menjual diriku sendiri. Aku diberi izin untuk melakukan tawar menawar dengan nyonya. Jadi berapakah harga yang nyonya tawarkan untukku?"

"Dan berapa kau fikir harga yang pantas untukmu?" Tanya wanita tersebut. Sepasang matanya berbinar binar.

"Tadi barusaja ada seorang lelaki ingin membeliku. Majikan ku menetapkan seharga enampuluh perak. Dia menolak. Dia kurang pintar; aku sekurang kurang nya berharga enam puluh. Selain itu, aku juga sudah berjanji kepada majikanku untuk menawarkan harga yang terbaik untuk diriku."

Wanlta itu menggeleng gelengkan kepalanya dengan rasa hairan. "Aku tak dapat mempercayainya! Belum pernah lagi ak....." Ia berpaling kepada majikan gadis itu didepan gerai. "Apakah ini benar? Apakah ia diizinkan melakukan semua ini sendiri?"

"Benar nyonya," kata sang majikan. Ia cukuo cerdik untuk tidak berkata apa apa lagi.

"Kalau begitu......," permuan itu kembali menatap si gadi kecil. Ia mengusap dagunya. "Aku akan membayarmu dengan enampuluh wang perak. Setuju?"

Sang majikan terperanjat. "Begitu banyak?" Ia bergegas masuk. "Setuju. Setuju. Setuju sekali!"

Perempuan itu menghitung wangnya dan memasukan kedalam sebuah kantung kecil. Sebelum menyerahkan wang itu, ia berkata." Tetapi dia harus di beri pakaian. Tentunya ia berpakaian sebelum ia dibawa kepasar ini, bukan?"

"Ya, ya, tentu saja Nyonya." Sang majikan bergegas kebahagian belakang gerainya. Disana tergantung sehelai pakaian. "Aku ada sepasang pakaian disini, Ya. Ya. Pasti disini. Ia menggumam. Ia mengambil sehelai jubah yang telah lusuh dan memberikannya kepada sigadis kecil. Dengan pantas sigadis mengebakan pakaian itu.

"Skarang," ujar wanita itu sambik menyerahkan kantung wang kepada sang majikan. "Kau telah menjadi milikku. Bagai mana pendapat mu?"

Gadis kecil itu tersenyum. "Gembira sekali. Bagaimana seharusnya ku memanggil mu, Nyonya?"

"Aku Sarah. Isteri Ibrahim bin Azar."

"Azar?" Sepasang mata gadis kecil itu terbelalak."Pemilik ternak yang kaya raya dari Kota Ur? Betulkan?"

Perempuan itu mengangguk. "Dan apa akan ku panggil kamu. Maksud ku , nama mu."

Gadis itu menatap majikan barunya seraya menarik nafas dalam dalam. "Hajar." ujarnya kemudian.

"Hajar? Itu nama Mesir, bukan?"

"Ya,Nyonya. Orang tuaku orang Mesir."

"baiklah. Mari Hajar orang Mesir.." Kata perempuan itu sambil menggandeng tangan sigadis erat erat. Kita keluar dari sini sebelum orang lain datang untuk membeli kamu."

Mereka bergegaskeluar sambil tertawa tawa, sementara bekas majikan sigadis asyik menghitung hasil jualan yang tak terduga sambil terheran heran. Ia melayangkan pandangannya kearah mereka. Tampaknya lebih mirip seorang ibu dengan anak daripada seorang majikan dengan sahayanya.

Ia menggeleng kepala, mengangkat bahu dan kembali menghitung wannya.













No comments: