Sunday, June 14, 2009

SIAPA YANG MENYUSUN ALQUR'AN? SIAPA YANG MENYURUHNYA?


"Baik, terima kasih. Sebenarnya keganjilan itu ada diantara dua alternatif. Kesalahan anda dalam memantau sejarah alQur'an, atau memang, seperti yang saya ucapkan adalah suatu keganjilan yang dilakukan sahabat Nabi."
"Err....maaf.(Sela Sang Guru) Coba anda terangkan secara lebih jelas, apa maksud anda sebenarnya?"
"Begini tuan, anda mengatakan bahawa Islam berdasarkan alQur'an dan hadits Nabi. Bukankah begitu?"
"Ya, benar." Jawab Sang Guru.
"Akan tetapi (lanjut Sipenanya), ketika saya menanyakan kepada anda 'apa alQur'an itu', anda mengatakan bahawa Ia adalah kumpulan firman firman Tuhan yang diwahyukan kepada Nabi dan disusun oleh -atau disusun atas idea- Utsman bin Affan sebagai salah satu sahabat besar. Bukankah begitu?"
"Benar" Sang Guru membenarkan.
"Nah, sekarang saya mau bertanya. Apakah Nabi tidak menyusunnya?" Tanya Sipenanya.
"Tidak." Jawab Sang Guru. Dan ia tak mungkin menjawab bahawa Nabi telah menyusunya. Sebab, yang ia kenal alQur'an yang ada sekarang adalah mushhaf Utsmani, bukan Mushhaf Muhammadi.
"Nah kalau begitu, kalau Nabi tidak mengumpulkan, bererti salah satu dasar dari agama Islam, yakni hadits, tidak menyuruh untuk menyusunnya. Lalu kenapa sahabat besar beliau menyusunnya? Bukankah hal itu bertentangan dengan sunnah sendiri? Dan juga bertentangan dengan kehendak Tuhan? Sebab, ketika Nabi tidak menyusunya bererti tidak ada perintah dari Tuhan, sebab Nabi adalah duta Tuhan?"
"Oh.....tidak, tidak tuan, tidak demikian permasaalahannya" getus sang Guru.
"Kenapa?"
"Sebab hal itu baik dan tidak ada larangannya." Jawab Sang Guru. Pendek.
"Tapi, kan tak ada dalil bolehnya, Tuan?" Sipenanya mendesak.
"Walhasil baik dan tak ada larangannya." Jawab sang Guru. Memang Sang Guru ini akan menjawab ada, sebab dia teringat sebuah hadits yang menyuruh kaum Muslimin mengikut sunnah Nabi dan para Khulafa'ur Rasyidin. Akan tetapi terfikir olehnya sendiri bahawa hal itu tidak mungkin, sebab akan ada suatu selain alQur'an dan hadits, sebagai dasar Islam. Yang tentu akan dijadikan masaalah oleh Sipenanya ini, yaitu soal Khulafa'ur Rasyidin itu. Lebih lebih sekarang ia dipertemukan kepada dua perbuatan yang berbeda yang datang dari Nabi dan Khulafa'ur Rasyidin.
"Bukan begitu tuan, (kata Sipenanya) disini saya melihat suatu keanehan. Sebab bagi pengertian saya, yang namanya kitab suci, tidak mungkin tidak tersusun dan tetap berserakan diantara dedaunan, kulit kulit kayu atau tulang."
"Yah..... Barangkali Nabi belum sempat menyusunya." Sang Guru beralasan dengan sedikit ragu terhadap jawababnya itu.