Friday, June 5, 2009

BAGAIMANA MAU MENILAI SANG PERAWI?

Tanpa dia sadari, dia yang dahulunya yakin berjalan diatas alQur'an, sekarang merasa ragu. Pertanyaan sang penanya itu benar benar telah menyadarkannya bahawa siapa tahu, barangkali selama ini dia berjalan diatas Qur'an yang bukan Qur'an. Artinya, ia berjalan diatas Qur'an yang relatif, iaitu alQur'an yang ia dan madzhabnya atau golongannya fahami. Sebab, menurut katahatinya, tidak mungkin Qur'an dengan Qur'an menyesatkan. Apalagi saling menyuruh pengikutnya untuk berbunuh bunuhan. Padahal kenyataannya sesama kaum muslimin saling menyesatkan. Bahkan muslimin gelombang pertama, iaitu sahabat Nabi, saling bertumpah darah dalam beberapa peperangan sepeningalan Nabi.
Tak kalah terperanjatnya hati sang guru ketika sang penanya mempermasaalahkan keabsahan pemilihan kesholehan atau kejujuran dari seseorang yang menjadi perawi suatu hadits. Untung ia mempunyai banyak pengetahuan tentang hadits, sehingga ia dapat menerima yang dikatakannya itu. Sebab, kalau todak, barangkali ia akan mengusir sang penanya itu dari rumahnya . Tapi kerana ia tahu bahawa yang dikatakan sipenanya itu memang masuk akal dan merupakan salah satu kelemahan ilmu hadits, maka ia tidak melakukan pekerjaan yang hina itu. Dan di samping itu ia, sesuai dengan ilmunya yang luas tentang hadits, memang mengetahui bahawa dalam menilai perawai hadits terdapat berpuluh puluh perbedaan. Seorang penilai hadits yang bermadzhab tertentu akan melemahkan seorang perawi hadits yang bermadzhab lain. Apalagi penilaian terhadap seorang perawi hadits tidak mungkin sempurna. Sebab, umur saorang penulis hadits atau umur penilai perawi hadits tidak akan cukup untuk digunakan meneliti seorang saja dari sekian perawi dari sebuah hadits. Apalagi untuk meneliti semua perawi hadits yang berjumlah ribuan atau bahkan puluhan ribu.
Ia sadar. Sekali lagi ia sadar dan baru sadar. Selama ini, selama ia belajar hadits, selama ia meneliti dengan seksama perawi perawi suatu hadits memang ia mengenal suatu kaum perawi yang kebal terhadap penelitian. Bahkan tidak boleh diteliti. Semua perawi hadits diteliti dengan saksama. Tapi kalau sudah sampai kekaum itu, kaum yang menukil langsung dari Rasulullah, mikroskop yang digunakan para ahli perawi hadits menjadi pecah berantakan, tak keruan. Sebab, teropong itu tak mampu meneropong kaum yang penuh fadhilah itu. Dan kini, ketika ia berhadapan dengan orang yang masih suci fikiran dari aliran aliran Islam, kerana ia memang masih kafir, ia tidak dapat berbuat apa apa. Namun ia agak lega hati kerana ia ingat suatu ayat dalam surah at Taubah ayat 100. Oleh sebab itu, sambil menarik nafas sedikit lega ia berharap akan mampu menyelamatkan salah satu khazanah Islam. Yaitu mengenai sahabat. Sebab, rasa rasanya ia tidak mampu menjawab tuduhan sipenanya yang merelatifkan Islam yang difahami umat. Bukan Islam sebagaimana ia. Maka dengan lembut tapi dengan penuh tanggung jawab ia berkata:
"Tuan! Saya merasa kagum terhadap pertanyaan pertanyaan tuan. Dan saya sadar akan keterbatasan atau, barangkali tepatnya, atas kesalahan saya dalam memilih alur pemikiran Islam dari alur alur yang ada. Memang Nabi telah mengisyaratkan akan adanya jalur jalur yang banyak, sedang yang benar hanya satu. Saya berjanji akan memperdalam lagi dan akan kembali kesini untuk mempertanggung jawabkan pekerjaan saya ini suatu hari, InsyaAllah. Dan untuk ini, saya minta maaf yang sebesar besarnya."

No comments: