Thursday, June 12, 2008

ANTARA AKAL DAN TAKLID

Cerita ini terjadi pada beberapa abad yang lalu. Bermula dari pertemuan saorang ulama Muslim dengan saorang kafir yang kemudian berlanjutan dengan dialog yang perlu kita renungkan. Sebagaimana kita ketahui dalam sejarah Islam, terdapat beberapa aliran pada waktu itu, bahkan sekarang pun. Salah satu dari perbedaan itu adalah bagaimana cara seorang Muslim sejati menilai suatu "Kebaikan" dan "Keburukan". Perbedaan itu sebenarnya menyangkut masaalah fondamental keIslaman. Kubu Imam Ali as dan Khawarij merupakan sumber utama perbedaan itu. Dan dari kedua kubu itulah kemudian menyusup masuk kedalam golongan golongan lain yang, walaupun tidak memakai nama golongan kedua - Syiah dan Khawarij.
Sebagian kaum Muslimin mengatakan bahawa 'Kebaikan' dan'Keburukan' hanya dapat ditentukan oleh Sunnah. Yaitu sunnah-Allah (al-Qur'an) dan sunnah-Nabi (Hadits). Akal tidak mempunyai dan tidak boleh mempunyai saham dalam menentukan keduanya. Sebab, akal sangat terbatas kemampuannya. Maka dari itu, barang siapa menggunakan akalnya dalam agama, maka ia sesat dan berada diluar jalur Islam. Seperti orang orang yang bertanya,'Mengapa ayat itu atau hadits itu demikian?' Mereka mengatakan bahawa kita harusmenerima dan tidak boleh menggugat apa apa yang ada didalam ayat dan hadits.
Lain dengan apa yang diyakini oleh kelompok muslimin yang lain, yang mana sangat mengkristal dalam golongan Syi'ah. Walau pun seabad setelah itu keyakinan tersebut mengkristal pula dalam diri golongan Mu'tazilah. Keyakinan itu adalah suatu keyakinan yang mengatakan bahawa akal manusia dapat mengetahui sebagian kebaikan dan keburukan walaupun tanpa melalui syariat. Dan akal mempunyai saham untuk itu. Seperti dalam menentukan agama apakah yang paling baik. Mereka mengatakan bahawa akal boleh bertanya mengapa suatu ayat atau hadits sedemikian rupa.
Namun harus diketahui sebagai inti dari keyakinan golongan ini bahawasanya pertanyaan akal terhadap syariat itu dilakukan demi mencapai syariat yang sebenarnya. Bukan syariat yang semu atau diatasnamakan. Sebab, banyak sekali kaum yang sesat yang, sengaja atau tidak, telah bersembunyi diharakat harakat atau lafaz lafaz alQur'an dan Hadits. Mereka menyeru dengan gigih supaya kaum muslimin kembali kepada alQur'an dan Hadits sebagai mana mereka. Sementara mereka meyakini bahawa tidak akan ada orang yang mampu memahami maksud sebenarnya alQur'an dan Hadits. Lalu, kemana sebenarnya mereka menyeru? Ke alQur'an atau sebahagian alQur'an? Kemakna dan maksudnya atau kerakat atau titik komanya?
Kembali ke alQur'an dan Hadits bukan kerja mudah yang boleh dicapai dengan hanya melajar agama dalam beberapa tahun. Lebih lebih lagi kalau hanya dengan melihat dan membeli buku ditepi jalan. Sebab, ternyata, sesama penganut alQur'an pun saling sesat menyesatkan dan memasukkan kedalam dhalalah, dan yang paling mengerikan hingga memasukkan kedalam neraka. dan yang palin anih, dalam pada itu, mereka mengatakan neraka dan syurga adalah urusan Allah.
Memang aneh, kalau kita melihat kehidupan orang orang yang hanya berloncatan dari harakat ayat yang satu keharakat ayat yang lainnya sambil mengikat erat akalnya. mereka tidak lagi menatap kedalam ayat ayatnya dengan pancaran obor akalnya, apalagi untuk menatap Hadits Hadits yang keluar.
tokoh ulama yang akan saya ceritakan dalam tulisan ini adalah yang mewakili golongan pertama, yaitu yang mengharamkan penggunaan akal dalam agama. Tokoh ini mewajibkan penyebaran agama Islam dinegerinya setelah ia belajar Islam di negeri Arab. Kehadiran tokoh tersebut yang penuh wibawa dan tanpa pamrih serta dengan bekalan kitab yang dibawa membuat suasana berubah. Orang orang yang memang Islam membicarakannya dimasjid masjid.
Suatu pagi, datang lah kerumah tokoh tersebut seorang yang nampak pandai, yang pada pagi tersebut telah datang pula beberapa orang yang lain kerana setiap pagi sang ulama tersebut selalu menerima tamu sehingga menjelang zhuhur, khusus bagi mereka yang ingin memperdalam Islam.

No comments: